Stunting dan gizi buruk adalah dua masalah gizi yang umum terjadi pada anak-anak. Di Indonesia sendiri, baik stunting maupun gizi buruk masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Faktanya, angka stunting di Indonesia per tahun 2022 masih mencapai 21,6% sementara prevalensi gizi buruk di Indonesia kira-kira mencapai 21 juta jiwa, termasuk pada anak-anak.
Stunting merujuk pada kondisi dimana seorang anak tidak tumbuh sesuai dengan tinggi badan normal untuk usianya. Hal ini biasanya terjadi ketika seorang anak mengalami kekurangan nutrisi dalam jangka panjang. Di sisi lain, gizi buruk atau malnutrisi terjadi ketika tubuh seseorang tidak menerima nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Baik anak stunting maupun gizi buruk akan rentan mengalami masalah kesehatan. Contohnya mudah mengalami infeksi, sehingga perkembangan anak tidak akan maksimal.
Perbedaan Stunting dan Gizi Buruk
Persamaan dari kedua kondisi ini memang menyangkut pada asupan nutrisi dan perkembangan anak. Stunting maupun gizi buruk bisa mempengaruhi kondisi anak-anak, mulai dari fisik sampai perkembangan kecerdasannya. Namun perlu dipahami, stunting berbeda dengan gizi buruk.
Berikut perbedaan stunting dengan kondisi gizi buruk yang harus dimengerti.
1. Ciri-ciri
Stunting dan gizi buruk memiliki ciri yang berbeda. Ciri-ciri utama stunting adalah gangguan tumbuh kembang, ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih pendek atau tidak sesuai dengan standar tinggi badan anak seusianya. Gejala tersebut biasanya mulai terlihat saat anak berusia 2 tahun.
Sementara ciri gizi buruk dapat menimbulkan gejala yang lebih luas, salah satu ciri utamanya adalah anak tampak sangat kurus. Kemudian saat menyesuaikan kondisi anak dengan kurva pertumbuhan, berat badan menurut panjang atau tinggi badannya lebih rendah jika dibandingkan dengan anak seusianya, atau ukuran lingkar lengan atas cenderung kecil.
2. Faktor Penyebab
Stunting disebabkan kekurangan nutrisi yang terjadi dalam jangka waktu lama (kronis) atau berulang di 1000 hari pertama kehidupan anak (dimulai dari sejak awal kehamilan hingga usia 2 tahun). Artinya, stunting bisa muncul jika kekurangan gizi tidak segera ditangani dengan tepat. Selain itu, penyebab stunting biasanya berhubungan dengan asupan nutrisi ibu sejak kehamilan, saat menyusui, serta pemberian makanan dan perawatan bayi yang tidak tepat.
Sementara gizi buruk dapat terjadi ketika anak tidak memperoleh asupan gizi yang cukup dari konsumsi makanannya, berapa pun usianya. Kondisi ini juga bisa terjadi akibat penyakit infeksi tertentu yang bisa mempengaruhi nafsu makan atau kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi, contohnya diare yang tidak kunjung sembuh atau hepatitis.
3. Dampak
Stunting yang tidak mendapatkan penanganan sesegera mungkin berdampak gagal tumbuh pada anak. Stunting sebagian besar bersifat permanen, di mana anak tidak bisa mencapai tinggi badan yang normal seperti teman seusianya.
Di masa depannya, anak-anak yang mengalami stunting juga lebih rentan terserang penyakit, kehilangan kesempatan untuk belajar, memiliki prestasi sekolah yang kurang baik, serta tumbuh menjadi kelompok individu rentan secara ekonomi.
Sementara gizi buruk bisa meningkatkan risiko infeksi menular berat, anemia, dehidrasi berat, hipotermia, penurunan fungsi kognitif, kelainan pertumbuhan dan perkembangan, bahkan kematian (dalam situasi yang lebih ekstrim) jika tidak ditangani. Selain itu anak yang menderita gizi buruk berisiko 3 kali lebih tinggi mengalami stunting.
Penanganan Stunting dan Gizi Buruk
Walau stunting bersifat tidak bisa diperbaiki, penanganan anak dengan stunting secepat mungkin bisa mengurangi risiko perburukan kondisi anak. Berdasarkan tata cara penanganan stunting oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting perlu ditangani dengan 4 prosedur yang harus dilakukan berbagai pihak, yaitu:
- Pemberian gizi cukup, memastikan aktivitas fisik memadai, dan kecukupan waktu tidur
- Asupan protein dan mineral yang lebih banyak jika bayi prematur
- Pemberian imunisasi sesuai panduan
- Stimulasi dan rehabilitasi medis untuk menangani keterlambatan perkembangan.
Sementara penanganan gizi buruk terdiri dari 3 fase, yaitu:
- Fase stabilisasi: tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu serta pencernaan anak agar kembali normal. Anak akan diberikan berbagai asupan khusus
- Fase transisi: fase transisi adalah masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah bagi kondisi anak. Fase ini biasanya berlangsung selama 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus
- Fase rehabilitasi: fase ini berlangsung ketika nafsu makan anak sudah kembali normal dan sudah bisa diberikan makanan agak padat melalui mulut atau oral, selama 2-4 minggu anak diberikan asupan makanan sampai indikator status gizinya sesuai standar.
Baik penanganan stunting maupun gizi buruk tentunya harus dengan pengawasan tenaga kesehatan profesional. Seterusnya, anak dengan kondisi tersebut juga harus dipantau asupan gizi dan kondisinya.